Reporter: Eka Lesmana
SUKABUMI | FOKUSPRIANGAN.ID – Aksi unjuk rasa penolakan revisi UUD TNI yang dilakukan oleh ratusan mahasiwa dari kampus Universitas Muhammadiyah Sukabumi (UMI) serta elemen masyarakat sipil lainnya yang berlangsung di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Sukabumi berlangsung rusuh, masa memaksa masuk kedalam gedung DPRD yang telah di barikade oleh pihak kepolisian, aksi saling dorong antara pendemo dan aparat kepolisian tak terelakan.
Masa aksi juga berhasil memporak- porandakan pagar kawat berduri yang membentang di halaman kantor DPRD. Tak lama setelah itu masa aksi melakukan pembakaran ban, asap hitam pun mengepul menyelimuti sekeliling halaman kantor DPRD.
Masa aksi terus memaksa merangsek ke gerbang kantor DPRD yang telah di jaga barikade aparat kepolisian kembali terjadi aksi saling dorong antara pendemo dan petugas kepolisian.
Tak hanya cukup sampai disitu dalam aksi penolakan terhadap revisi UUD TNI tersebut, juga diduga dihiasi kerusuhan dengan sejumlah wartawan yang tengah meliput.
Ketegangan bermula, saat beberapa jurnalis berusaha mendokumentasikan momen ketika seorang peserta aksi yang pingsan ditandu untuk dievakuasi ke mobil ambulance. Namun, sejumlah massa justru melontarkan kata-kata kasar dan melarang wartawan mengambil gambar. Larangan tersebut, memicu perdebatan yang berujung pada aksi saling dorong dan adu mulut antara massa aksi dan wartawan.
Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sukabumi Raya, Apit Haeruman mengaku, menyaksikan langsung insiden dan wartawan yang ditarik paksa olah massa aksi dari belakang. Sehingga kejadian tersebut mencuri perhatian dan langsung berupaya melerainya.
“Ada kata-kata yang kurang pantas dilontarkan kepada media, lalu ada juga aksi penarikan terhadap rekan kami. Saya sendiri bahkan sempat dicekik,” ujar Apit, Kamis (20/03/2025)
Masih menutut dia, bahwa kehadiran jurnalis di lokasi bukan untuk mengganggu aksi, melainkan untuk membantu menyuarakan aspirasi masyarakat.
“Kami justru ingin membantu menyampaikan aspirasi mereka. Selain itu, sebagai jurnalis, kami juga memahami batasan dalam pengambilan gambar, terlebih ini terjadi di ruang publik,” tegasnya.
Ia menambahkan, profesi jurnalis dilindungi oleh undang-undang dan memiliki hak untuk meliput peristiwa di ruang publik. Karena itu, rekan-rekan jurnalis berharap ada permintaan maaf dari pihak yang terlibat dalam insiden tersebut.
“Kami berharap ada permintaan maaf dan agar kedepan para peserta aksi bisa lebih intelektual dalam menyampaikan pendapat. Semoga ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak,” ungkapnya
Di katakan Apit , Kendati demikian IJTI Sukabumi Raya sudah melakukan mediasi dengan pihak Universitas Muhammadiyah Sukabumi sehingga tidak akan mengambil upaya hukum. “Ya, tadi pihak kampus sudah menyampaikan permintaan maaf kepada teman-teman wartawan dan sepakat untuk islah,” ucapnya.
Sementara itu Wakil Rektor 3 Bidang Kemahasiswaan Kerjasama dan Hubungan Internasional UMMI, Andri Moewashi Idharoel Haq. Menyikapi insiden tersebut, ia menilai mahasiswa yang melakukan dugaan pelarangan mengambil gambar tersebut tidak mengetahui Undang-undang (UU) yang mengatur tugas jurnalistik sehingga terjadi hal tersebut.
“Kami yakin mahasiswa kami belum mengetahui aturan yang mengatur tugas jurnalistik. Karena itu, kami saat ini sudah menyampaikan permohonan maaf kepada rekan-rekan media. Ini juga menjadi pembelajaran. Kami yakin besarnya kampus kami tidak terlepas kontribusi dari teman media,” pungkasnya