Pewarta: Eka Lesmana
SUKABUMI.FOKUSPRIANGAN.ID – Masyarakat muslim Sunda khususnya di Sukabumi dan Cianjur memiliki tradisi unik dalam menyambut Ramadan. Tradisi tersebut dinamakan Papajar yang konon katanya sudah ada sejak abad ke 16.
Papajar berasal dari kata mapag pajar (fajar). Dalam bahasa Sunda, istilah ini cukup tua untuk menyambut kemunculan sesuatu misalnya srangenge ti langit, tangara raja papajar dan lain-lain.
Jika fajar identik dengan terbitnya matahari maka Papajar merupakan sambutan untuk terbitnya bulan Ramadan. Biasanya kegiatan Papajar diisi dengan rekreasi dan makan-makan sepekan sebelum berpuasa.
Tradisi Papajar ini dilakukan sekitar seminggu sebelum Ramadan hingga sehari sebelum Ramadan,” kata Ketua Yayasan Dapuran Kipahare Irman Firmansyah, saat diwawancarai beberapa waktu lalu
Kegiatan Papajar warga Sukabumi biasanya dilakukan di Pelabuhan Ratu, Selabintana atau beberapa tempat wisata lain. Para keluarga membawa makanan sambil menggelar tikar dan makan-makan bersama.
Lalu sejak kapan tradisi ini dimulai?
Awalnya tradisi Papajar merupakan tradisi menunggu bulan puasa di masjid. Pada masa kepemimpinan Wiratanudatar II (Dalem Tarikolot) sekitar tahun 1691-1707, masyarakat berkumpul di Masjid Agung Cianjur untuk menunggu pengumuman dimulainya berpuasa.
“Pengumuman itu dari ulana/kiai yang dilakukan sambil berdoa di masjid dan membawa makanan untuk dimakan bersama. Kegiatan itu terus berlangsung setiap tahun dan menyebar ke masjid-masjid lainnya seiring perkembangan wilayah Cianjur,” paparnya.
Esensi sebenarnya dari Papajar yaitu untuk memohon doa dan meminta maaf. Akan tetapi, kata Irman, karena kegiatannya diisi dengan rekreasi maka terjadi pergeseran menjadi ajang memuaskan diri, terutama makan dan minum di siang hari.
Selain tradisi Papajar ada juga tradisi yang dikenal dengan Munggahan. Perbedaannya, Munggahan bisanya dilakukan di rumah berkumpul dengan keluarga sambil makan dan berdoa.
Munggah artinya naik untuk melangkah ke bulan Ramadan. Munggahan ini dilakukan tepat satu hari sebelum Ramadan tiba (poe munggahan) di masa Wiratanudatar III (1707-1726) wilayah Cianjur mencakup Sukabumi hingga perbatasan Bogor dan Bandung.
Kegiatan munggahan ini biasanya juga diisi dengan mandi sebagai simbol membersihkan diri sebelum dzuhur. Zaman dahulu, masyarakat Sukabumi melakukan mandi bersama di Sungai Cimandiri.
Di kampung-kampung biasanya dilakukan mandi keramas (mandi munggahan) di sungai, misalnya masyarakat Lio Cireunghas biasanya mandi di Sungai Cimandiri secara bersama-sama. Namun ada juga sendiri-sendiri di pancuran atau sumur umum atau di rumah masing-masing,” kata dia.
Tradisi unik menyambut Ramadan sebenarnya juga dilakukan di wilayah lain seperti di Bali ada Megibung, di Riau ada Pacu, di Betawi ada Nyorog, di Semarang ada Dugderan, di Aceh ada Meugang, di Sumatera Barat ada Balimau dan di Jawa Tengah ada Dandangan.
Berbagai negara di belajan dunia juga turut memiliki kebiasaan dalam menyambut bulan suci. Seperti tradisi Fanous di Mesir, Roadha Mas di Maldive dan tembak meriam di Arab Saudi.