Pewarta: Cep Toto
KAB.GARUT. FOKUSPRIANGAN.ID – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) melakukan advokasi pendampingan program redis PTSL yang dikeluhkan warga Desa Jatiwangi, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pasalnya Program tersebut disinyalir diduga adanya dugaan pungutan liar yang dilakukan oleh Panitia.
Ketua GMNI Garut, Jajang Saepulloh, mengatakan, menurut warga yang telah mengikuti program redis atau PTSL yang di selenggarakan oleh panitia merasa kecewa dan sangat keberatan sekali yang di lakukan oleh panitia mengenakan tarip biaya administrasi yang nilainya mencapai dengan 2,000,000 perbuku akta.
“Dari hasil Advokasi kami bersama warga masyarakat Jatiwangi, padahal menurut undang-undang program itu tidak di pungut biaya,”ungkapnya. Jum’at (30/12/2022).
Dikatakannya, oleh karena itu juga warga baru tau ketika GMNI lakukan advokasi dan pendampingan jika pelaksanaan program PTSL dan redis panitia di wilayahnya diduga sudah melanggar ketentuan yang ada.
“Dalam pembuatan sartifikat melalu program redis atau PTSL serta wakaf karena harga yang di jatuhkan pada satu pemohon yang sudah di sepakati tiga menteri dan di telah dibuatkan peraraturan gubernur jawa barat adalah dengan biaya Rp.150 ribu,”ujarnya
Jajang Saepuloh selaku ketua GMNI Kabupaten Garut, bahwa mengutip dari Peraturan Mentri Agraria Dan Tata Ruang Nomor 12 Tahun 2017 Tentang Percepatan Pendaftran Tanah Sistematis Lengkap. Kemudian Surat Keputusan Bersama 3 Mentri Atr/Kepala Bpn,Mendnagri Dan Mentri Desa Dan Pdtt Nomor 25/2017,590.3167/2017 Dan 34/2017.
“Ini menjadikan dasar hukum yang dapat menjadi acuan masyarakat desa Jatiwangi kecamatan pakenjeng untuk mendaftarkan supaya mendapatkan sartifikat. akan tetapi ada oknum panitia yang menyalahgunakan aturan tersebut sehingga masyarakat harus mengeluarkan uang sebesar 2,000,000 (dua juta rupiah) untuk satu buku akta tanah, demi mendapatkan sertifikat,”katanya.
Akan tetapi, Menurutnya, warga Jatiwangi mengeluh dengan di indikasikan adanya pungutan liar tersebut dan di indikasikan ada bujukan dalam melakukan penagihan untuk membayar pendaftran sartipikat Ptsl dan Redis dan kami juga mempunyai bukti data dari masyarakat.
“Ini sudah jelas APH harus turun dan menindak tegas dalam melakukan pungutan liar karena itu akan merugikan masyarakat dan ngegara sesuai dengan aturan yang belaku Peraturan Persiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2016 Tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar,”bebernya.
Jajang menambahkan, dalam kutipan pada pasal 12 huruf e undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat (1) kuhp dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun.
“Saya tegaskan bahwa ini sudah tindakan melawan hukum ketika sudah seperti ini BPN harus bertanggung jawab tentang terjadinya pungutan liar tersebut sehingga ini berdampak buruk bagi masyarakat dan kami akan lakukan aksi besar besaran bersama warga Jatiwangi pakenjeng untuk mengembalikan hak hak rakyat desa jatiwangi pakenjeng,” pungkasnya.