Pewarta : Eka Lesmana
BANDUNG. FOKUSPRIANGAN.ID – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya telah melaksanakan pembangunan sarana prasarana air bersih dan sanitasi. Dukungan ini diberikan salah satunya melalui program Padat Karya Tunai (PKT) Penyediaan Sarana dan Prasarana Sanitasi di Pondok Pesantren/Lembaga Pendidikan Keagamaan (LPK).
Program Penyediaan Sarana dan Prasarana Sanitasi Pondok Pesantren/LPK meliputi pembangunan bangunan MCK yang terdiri dari bilik mandi dan kakus/toilet, tempat wudhu, tempat cuci tangan dan tempat cuci pakaian serta instalasi pengolahan air limbah domestik.
Namun dalam pelaksanaannya diduga adanya mark up RAB (Rencana Anggaran Biaya) serta adanya dugaan pungutan liar (Pungli) pada pelaksanaan penyediaan sarana dan prasarana sanitasi di LPK, pada tahap I dan II APBN Tahun anggaran 2021dan 2022 pada Balai Prasarana Pemukiman Wilayah (BPPW) Provinsi Jawa Barat
Hal tersebut disampaikan oleh Zack (55) Kordinator Lembaga Swadaya Masyaraka (LSM) Cendikiawan Sariksa Pasundan (CSP) usai secara resmi melaporkan Balai PUPR wilayah Jawa Barat Ke KPK.
“Kegiatan MCK Indonesia Maju ini dimana Kementrian Agama sebagai penerima manfaat kemudian di salurkan ke ponpes /yayasan yang berada di bawah naungan Kementrian tersebut, yang bersumber dari Angaaran APBN dengan total sebesar kurang lebih Rp 600 milyar,” ujarnya kepada Fokus priangan, Minggu ( 04/12/22).
Lanjut Jack, ponpes /yayasan mendapat bantuan tersebut sebesar 200 juta per titik lokasi, namun setelah di lakukan investigasi oleh lembaga kami dan teman – teman di lapangan para penggiat anti korupsi mencium adanya indikasi pungli yang di lakukan oleh oknum PPK maupun oknum fasilitor lapangan.
“Ironis sekali karena PUPR mengeluaran juknak /juknis harus ada fasilitor berarti kegiatan MCK tersebut di lakukan degan swakelola justru kegiatan tersebut sama pihak ke tiga atau CV, dan yang menjadi tanda tanya besar kegiatan tersebut tumbang tindih degan juknis, pada pelaksanaannya kegiatan tersebut ada yang dikerjakan secara swakelola ada yang di kerjakan oleh pihak ketiga, dan mayoritas pelaksanaannya justru di kontraktualkan,”katanya.
Seperti di ketahui LSM CSP beberapa waktu yang lalu juga berhasil membongkar praktek dugaan korupsi yang di lakukan oleh dua orang Bupati di Jawa Barat hingga menjadi pesakitan dan keduanya berakhir di hotel prodeo.
Masih menurut kordinator LSM CSP, kami setiap melaporkan temuan selalu minta bantuan untuk pengawalan ke Indonesia Corruption Watch (ICW), untuk supaya proses pengawalan lebih efektif.
“Indikasi selain PPK dan fasikitator ada kordinator lapangan kota /kabupaten yang mengkordinir ponpes /yayasan yang membantu pembuatan proposal sampai angaran keluar,”uja Zack.
Zack selaku kordinator pusat LSM CSP mengapreasi kepada rekan – rekan Korda, termasuk pengiat anti korupsi yang sangat peka terhadap laporan masyarakat yang langsung di tindak lanjuti.
“Namun demikian kita tetap harus mengacu pada etika praduga tak bersalah, biar APH yang bekerja yang sudah menjadi ranahnya tugas kita sebagai lembaga anti korupsi sipatnya mengontrol angaran baik itu APBD, APBN, supaya tidak ada kebocoran anggaran Negara, dan Tegakan Hukum walaupun langit akan runtuh” pungkasnya di sela sela penyuluhan hukum di salah satu hotel di Lembang Bandung