Pewarta: prima
BANDUNG. FOKUSPRIANGAN.ID – Tidak kunjung mendapat kepastian tentang skema pengangkatan Honorer Kesehatan menjadi ASN PPPK, sejumlah honorer dari berbagai profesi kesehatan yang tergabung dalam FKHN Jabar berkumpul rancang langkah-langkah perjuangan.
Pertemuan yang dihadiri puluhan utusan honorer nakes dari 17 Kabupaten/kota di Pasteur Bandung pada hari Rabu (6/7) ini membahas tentang nasib honorer nakes pasca diterbitkannya surat edaran Kemenpan RB tentang penghapusan Honorer serta strategi advokasinya.
Kurangnya kepedulian dan advokasi dari organisasi profesi kesehatan kepada anggota profesinya pun dikeluhkan seorang honorer.
“Hari ini seluruh honorer kesehatan merasa terancam dengan skema penghapusan honorer oleh Kemenpan RB sementara quota formasi PPPK nya belum jelas, kalaupun muncul quotanya sangat kecil. Saya heran dengan organisasi-organisasi profesi yang menaungi para tenaga kesehatan, kenapa diam. Tak ada upaya apapun untuk membela anggotanya.” Tanya Suhendri honorer dari Karawang.
“Kami seolah dibiarkan, disuruh berjuang sendiri. Apa gunanya ada organisasi profesi kesehatan. Mana peran IDI, IBI, PPNI, IAI, PAFI, PDGI, IAKMI, PATELKI selama ini dalam membela nasib para honorer” Tanya Ade Yonendri Ketua FKHN Jabar tampak begitu geram
Di tempat terpisah melalui sambungan seluler Ketua DPW PPNI Jabar Bidang Pemberdayaan politik Karnoto, SKep MSi mengklarifikasi tuduhan honorer. “Selama ini PPNI Jabar dan OP kesehatan lainnya tentu tidak diam, PPNI secara aktif berkoodinasi, konsultasi dengan Dinkes, BKD dan instansi terkait, PPNI juga aktif melakukan pendataan honorer. Karna tidak terpublikasi media saja sehingga seolah kami tidak peduli nasib Honorer.” Jelas Karnoto. Kamis (7/7/2022).
Hal senada juga disampaikan Ketua PDGI Jabar drg.Rahmat Juliadi, “Pastilah kami juga membela nasib para honorer kesehatan, mungkin perlu diperbaiki saja komunikasi dan koordinasinya antara para honorer dengan induk organisasinya, agar langkah2 kita bisa sinergi. Coba nanti PDGI akan Galang konsolidasi OP kesehatan se Jabar untuk menyikapi nasib honorer”. Terang drg. Rahmat
Diterbitkannya PP 48 tahun 2005 tentang pengangkatan honorer dan PP 49 tahun 2018 tentang manajemen PPPK memang dimaksudkan baik dan mulia yakni untuk memastikan status kepegawaian dan gajih honorer agar lebih manusiawi. Namun tatkala sistem penggajian diserahkan kepada daerah sesuai Perpres 98 tahun 2020 disitulah nasib honorer jadi tidak jelas. Karna kemampuan keuangan daerah sangat terbatas. Akhirnya kebijakan menjadi blunder. Sungguh tragis nasib pasukan penanggulangan Covid-19 garda terdepan, jika akhirnya harus terdepak. Semoga nasib baik bersama mereka.