SUKABUMI FOKUSPRIANGAN.ID – Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi, Edi Sudrajat menyikapi Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) RI Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) yang saat ini menjadi perhatian publik.
Pasalnya, dengan adanya aturan baru tersebut peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek baru bisa mencairkan dana JHT-nya setelah berusia 56 tahun atau ketika peserta meninggal dunia.
Edi Sudrajat mengatakan, aturan tersebut harus dikaji ulang dan kalau perlu dicabut. Hal itu karena regulasi tersebut mengabaikan kondisi pekerja yang sudah tertekan akibat pandemi Covid-19. “Muatan Permenaker tersebut mencederai rasa kemanusiaan dan mengabaikan kondisi pekerja yang tertekan dalam situasi pandemi,” ucap Edi kepada wartawan, Kamis (17/2/22).
Edi yang juga Ketua Fraksi PAN DPRD Kabupaten Sukabumi ini menuturkan, seharusnya tidak perlu ada lagi perubahan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) karena Permenaker no 19 tahun 2015 tentang tata cara dan persyaratan pembayaran JHT telah sesuai dengan Undang-Undang (UU) no 40 tahun 2004.
Dengan pertimbangan pada ayat 1 pasal 8,9 dan 10 UU no 40/2004. Artinya menurut Edi, pekerja yang mengundurkan diri atau terkena PHK tidak lagi masuk dalam katagori peserta karena mereka sudah tidak lagi bekerja dan berhenti membayar iuran dimaksud, sehingga pekerja tetap diberikan hak untuk memilih kapan akan mengambil manfaat JHT nya. “Nah jadi sebetulnya tidak ada alasan untuk pemerintah menahan dana JHT milik para pekerja tersebut,” terangnya.
Padahal, ucap Edi, selama pandemi barlangsung angka pengunduran diri dan pekerja yang terkena PHK diketahui cukup tinggi. “Berhenti bekerja karena PHK tentu bukan keinginan pekerja. Berhenti karena pengunduran diri pun bisa karena situasi di tempat kerja yang sudah tidak nyaman. Jadi, mengapa JHT yang sebagiannya merupakan tabungan peserta ditahan pencairannya? Bukankah dana yang tidak seberapa tersebut justru dibutuhkan mereka untuk bertahan hidup di masa sulit ini. “Jika harus menunggu sampai usia 56 tahun, bagaimana keberlangsungan pendapatan masyarakat?,” tanyanya.
Oleh karena itu, Edi meminta pemerintah mencabut aturan baru tersebut sebagai bentuk empati kepada masyarakat yang sedang membutuhkan. “Apalagi, gelombang PHK semakin besar. Ini menjadi gambaran betapa pandemi menggerus kemampuan ekonomi keluarga Indonesia. saya meminta kepada pemerintah pusat untuk mengkaji ulang atau kalau perlu mencabut aturan tersebut,” tegas Edi. ( Rusdi )