SUMBER: CNN INDONESIA.COM NASIONAL, FOKUSPRIANGAN.ID – Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) menjadi sorotan publik beberapa waktu belakangan. Perdebatan soal RUU ini dipantik oleh protes dari sejumlah ormas Islam.
Pada Rapat Paripurna 12 Mei 2020, RUU ini disepakati untuk dibahas sebagai inisiatif DPR. RUU itu dibawa ke tingkat paripurna setelah didukung tujuh fraksi dalam rapat panja di Badan Legislasi (Baleg).
Risalah rapat Baleg tanggal 22 April menyebut RUU itu disetujui PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, PAN, dan PPP. Sementara PKS hanya akan menyetujui jika RUU disempurnakan, seperti pencantuman TAP MPRS soal larangan Marxisme/Komunisme dan penghapusan pasal soal Ekasila.
Adapun Demokrat memilih tak ikut dalam pembahasan. Anggota Baleg dari Fraksi Partai Demokrat Hinca Pandjaitan menegaskan pihaknya tak sepakat dengan RUU itu.
“Selain fokus ke pandemi virus corona yang masih memerlukan perhatian sangat serius, juga disebabkan karena substansinya belum sesuai dengan sikap dan pandangan politik Partai Demokrat,” tegas Hinca Selasa (15/6/2020).
Setelah disepakati di Paripurna, draf RUU itu dikirim ke pemerintah. DPR masih menunggu surat presiden (surpres) dan daftar inventaris masalah (DIM) sebelum memulai pembahasan.
Saat DPR menunggu jawaban dari pemerintah, RUU itu justru menjadi polemik di masyarakat. Kritik pertama datang dari Front Pembela Islam (FPI).
Ormas Islam besutan Rizieq Shihab itu menyatakan menolak RUU HIP karena tidak mencantumkan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme atau Marxisme-Leninisme
“Saya serukan seluruh bangsa Indonesia yang masih memiliki jiwa patriotik untuk menolak RUU HIP yang berbau komunisme dan atau sosio-marxisme ini,” kata Munarman Jumat (15/5/2020).
Bahkan pada 2 Juni 2020, FPI bersama GNPF Ulama dan PA 212 membuat surat pernyataan bersama. Salah satu poinnya, mereka menolak RUI HIP karena berpotensi memicu kebangkitan komunisme.
Penolakan semakin menguat saat Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan maklumat pada 12 Juni 2020. MUI menolak keberadaan RUU HIP karena dinilai mendegradasi Pancasila menjadi Ekasila.
Dalam pasal 6 ayat (1), RUU HIP menyebut ada tiga ciri pokok Pancasila yang bernama Trisila, yaitu ketuhanan, nasionalisme, dan gotong-royong. Lalu pada ayat (2), Trisila dikristalisasi dalam Ekasila, yaitu gotong-royong.
“Secara terselubung “seperti” ingin melumpuhkan keberadaan sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menyingkirkan peran agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” demikian Maklumat Dewan Pimpinan MUI Pusat dan MUI Provinsi Se-Indonesia, pada Jumat (12/6/2020).
Sejak maklumat dari MUI itu, beberapa fraksi di DPR mulai mengubah sikap. PDIP sepakat pelarangan ajaran komunisme, marxisme, dan sebagainya diatur dalam RUU. Mereka juga sepakat pasal soal Trisila dan Ekasila dihapuskan.
Kemudian Fraksi PAN yang awalnya setuju, berubah haluan. PAN tak lagi mendukung RUU HIP selama tidak menyertakan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme atau Marxisme-Leninisme.
“Fraksi PAN sekarang malah justru ingin mendesak seluruh pihak di DPR kembali pertimbangkan ulang untuk melanjutkan pembahasan ini. Kalau perlu segera mencabut dari prolegnas,” Pungkasnya. (Alvine)