FOKUS CILEGON. (Fp) – Perkembangan internet yang luar biasa tidak hanya sebatas sebagai penyedia akses terhadap informasi, tapi juga berkembang dalam bidang komunikasi. Jejaring sosial maupun chating dengan aplikasi tertentu merupakan perkembangan komunikasi di dunia maya. Minggu (01/03/2020).
Komunikasi di dunia maya dapat juga dilakukan dengan menggunakan berbagai aplikasi, salah satunya dengan aplikasi media sosial yang sedang booming saat ini yaitu michat yang dapat melahirkan sebuah polemik prostitusi online.
Sebut saja Bunga (nama samaran), seorang pekerja seks yang menawarkan dirinya melalui aplikasi michat, sekaligus ia juga sebagai Kader, saat di temui di salah satu hotel di kawasan Kota Cilegon, ia pun menyatakan kepada Fokuspriangan.com
“Selain kerjaan saya sebagai pengantar orang sakit di RS (Kader) saya juga melakukan pekerjaan pemuas napsu laki-laki hidung belang. Ya saya sih udah lama kali Bang bekerja sebagai pemuas napsu lelaki hidung belang, mau gimana lagi sekarang cari kerja halal susah, ngarepin dari uang biasa saya ngurus-ngurus orang sakit ga seberapa dapetnya, kan hanya konpensasi dan hidup di Kota harus berani Bang, kalo ga berani ya ga akan bisa makan, ga akan kebeli apa yang saya mau. Ya kalo bicara suka atau tidak suka nikmatin aja lah, walaupun saya hidup ditengah-tengah masyarakat, waktunya kumpul sama anak dan tetangga ya kumpul aja dan sebisa mungkin gue tutup kalo saya ini sebenarnya wanita penggoda, saya sekarang sudah tidak lagi menggunakan michat tapi langsung melalui whatsapp karena michat saya ada yang membajak, tapi cuma yang kenal-kenal aja ya saya terima tamu juga ga sembarangan” ucapnya.
Ibu dari satu anak (Janda) tersebut adalah seorang Kader Yang biasa mengantar orang sakit dirumah sakit. Keberadaan prostitusi seringkali ditentang oleh masyarakat terutama bagi yang kontra. Kita dapat melihat dalam media massa baik cetak maupun elektronik yang menentang keberadaan prostitusi. Mulai dari penggusuran hingga berujung pembakaran adalah bukti bahwa prostitusi kerap mendapatkan penolakan dari masyarakat atau kelompok tertentu.
Disisi lain anggota Dewan Kota Cilegon Yusmin, saat di temui beberapa hari yang lalu diruang kerjanya menyatakan.
“Ini adalah tugas bersama untuk mengurangi bisnis esek-esek yang berada di wilayah Kota Cilegon, Camat atau Lurah harus meningkatkan pengawasan diwilayahnya masing-masing, khususnya ditingkat RT/RW. Dan yang mempunyai kost-kostan harus melaporkan penghuni yang menempati kostan baik di RT maupun melapor ke Kelurahan setempat, agar RT/RW bahkan Kelurahan tahu dari mana asal mereka, dan pekerjaan mereka. Dan saya menghimbau kepada Satpol PP agar melakukan sidak mendadak terhadap kost-kostan yang menjadi sarana prostitusi online. Dan saya akan mendorong dan menyampaikan perihal prostitusi online kepada Komisi I agar segera bertindak” tegasnya Yusmin anggota Dewan Komisi II.
Di era digital, teknologi ternyata tak hanya berguna untuk kepentingan positif. Prostitusi pun turut andil menyemarakkan perputaran uang di dunia maya. Inilah dampak buruk yang sulit dicegah ketika sistem hidup kapitalis diterapkan. Pola pikir yang menjadikan asas manfaat dan mengagungkan kebebasan (liberalisme) telah merasuk sangat dalam di tengah masyarakat. Sehingga mereka yang notebene mayoritas muslim tak lagi menjadikan halal dan haram sebagai standar. Miris!
Ditambah lagi kondisi perekonomian yang memang terpuruk. Persaingan hidup yang keras. Lapangan pekerjaan yang halal juga terbatas, jadi alasan klise para perempuan muda ini terjun “bebas” di rimba kemaksiatan luar biasa tersebut. Semoga Pemerintah Kota Cilegon dapat mengurangi angka pengangguran dan menurunkan angka prostitusi yang sampai saat ini angka prostitusi di Kota Cilegon masih tinggi karena minimnya penanganan bisnis esek-esek di Wilayah Kota Cilegon.
Jurnalis : Aan.SGT